Oleh: M. Farhan, Direktur PT Persib Bandung Bermartabat
Perkembangan sepakbola, khususnya kompetisi liga profesional di Indonesia sekarang ini, memasuki kondisi yang sangat tidak sehat. Hal ini tentu sangat merugikan PERSIB yang tahun ini sebetulnya memiliki tim yang solid, baik di lapangan maupun di manajemen. Pergantian pimpinan PSSI yang diharapkan membawa perubahan, malah melanggengkan manajemen perkoncoan dan politik kekuasaan balas jasa dan balas dendam.
Begitu bernafsunya balas dendam maka apapun yg berbau pengurus lama digusur, termasuk pelatih Alfred Riedl dan Iman Arief di Timnas. Akibatnya? Anda bisa lihat sendiri. Begitu membabi butanya balas jasa, maka masuklah 6 klub yang sudah tidak berhak lagi berada di level tertinggi liga kompetisi profesional level 1, atau dulu dikenal dengan Liga Super.
Hal terakhir bermuara pada perseteruan yang sangat tajam antara PSSI yang telah menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) dan PT Liga Indonesia (LI), yang mengklaim penunjukkan PT Liga Prima Indonesia Sportindo adalah tidak sah dan melanggar keputusan Kongres PSSI di Bali, Maret 2011. Inilah yang melahirkan dua kubu bersebrangan dengan kekuatan berimbang.
Lebih hangat lagi adalah dinamika pemikiran dan wacana yang berkembang seputar sikap PERSIB. Ada dua pendapat yang berkembang, yang tentu saja keduanya didasari oleh pemikiran untuk kepentingan terbaik PERSIB. Manajemen PERSIB memilih untuk bersikap netral, sedangkan pemikiran lain mengatakan PERSIB harus berpihak pada salah satu kubu dengan tegas. Bahkan sikap netral PERSIB dinilai menunjukkan karakter yang lemah dan tidak berpendirian.
Sekarang mari kita lihat dan kaji dua pilihan yang ada:
1. PSSI dan Indonesia Premier LeagueTidak mungkin disangkal lagi, PSSI memegang legitimasi sah pelaksanaan Kompetisi Liga Sepakbola di Indonesia. Siapapun yang menyelenggarakan dan menjadi peserta Kompetisi Liga Sepakbola di yang tidak diakui PSSI adalah tidak sah (ilegal), dan klub pesertanya dianggap keluar PSSI. Sementara itu kenyataannya PSSI dan PT LPIS tidak punya kompetensi untuk menyelenggarakan Kompetisi Liga Sepakbola profesional bermutu. Ditambah kenyataan banyak keputusan yang tidak jelas dasar hukumnya. Keputusan paling tidak jelas dasar hukumnya adalah meloloskan 6 klub ke level tertinggi Kompetisi Liga Sepakbola. Ke-6 klub tsb adalah PSM, Persema dan Persibo yang seharusnya masuk divisi III, karena pernah keluar dari PSSI lalu masuk "breakaway league" LPI tahun lalu. Ditambah PSMS dan Persebaya klub yg gagal promosi ke Liga Super, dan Bontang FC, klub degradasi dari Liga Super. Sementara terminasi PT LI sebagai penyelenggara Kompetisi Liga dan penunjukan PT LPIS dianggap janggal dan melanggar keputusan Kongres. Namun semua kejanggalan keputusan PSSI tidak kemudian mencabut otoritas PSSI untuk mengesahkan liga yang diakuinya. Pengakuan legalitas PSSI atas Kompetisi Liga Sepakbola adalah harga mati. Bergabung dengan Kompetisi Liga Sepakbola yang tidak diakui legalitasnya oleh PSSI artinya keluar dari PSSI, persis seperti PSM, Persema dan Persibo tahun lalu saat masuk ke LPI!
2. PT Liga Super IndonesiaMelihat PT LPIS menangani pertandingan tanggal 15 Oktober 2011 antara PERSIB dan Semen Padang, betul-betul menunjukan tidak kompetensinya mereka menyelenggarakan Kompetisi Liga Sepakbola Profesional. Bisa dikatakan pertandingan 15 Oktober 2011 yang lalu, adalah pertandingan yang tidak berdasarkan manual liga, tetapi berdasarkan negosiasi. Tidak ada satupun dasar hukum tertulis yang ditunjukkan oleh PT LPIS untuk keabsahan manual liga, verifikasi pemain/ofisial kedua tim, jadwal pertandingan dan kelengkapan pertandingan. PT LPIS Hanya menunjukkan surat penunjukan PSSI kepada PT LPIS untuk jadi penyelenggara liga dan surat perintah kerja dari PT LPIS kepada MNC network untuk menayangkan pertandingan tersebut. Di pihak lain PT LI menunjukan profesionalisme penyelenggara Liga yang kompeten. Draft manual liga dan jadwal satu musim kompetisi sudah dibagikan ke seluruh klub, sehingga klub punya waktu untuk mempelajarinya sebelum memberikan persetujuan untuk pengesahan. Hitungan bisnis yang jelas, menunjukkan kewajiban dan hak Klub, dalam bagi hasil dengan PT LI & PSSI. Pesertanya pun memiliki status yang jelas/sah dan memiliki kualitas terbaik untuk ukuran Indonesia. Namun, PT LI tidak punya legitimasi legalitas dari PSSI. Jadi apabila PT LI ngotot bikin liga sendiri dan tidak diakui oleh PSSI, maka dengan sendirinya, itu adalah "breakaway league". Jadi seluruh pesertanya: klub/pemain/ ofisial dianggap keluar dari PSSI. Sementara PERSIB adalah anggota pendiri PSSI dan tidak akan pernah keluar dari PSSI.
3. KesimpulanPERSIB tidak mau terjebak dalam konflik yang tidak memberikan benefits apapun untuk PERSIB. Memihak PSSI berarti tidak keluar dari PSSI, tetapi harus bermain di Kompetisi yang kualitasnya rendah walaupun sah! Memihak PT Liga Indonesia berarti bermain di liga yang berkualitas, tetapi itu artinya keluar dari PSSI karena memilih bermain di liga yang tidak diakui legalitasnya oleh PSSI! Dua-duanya sudah pasti merugikan PERSIB!
Lalu apa yang diinginkan PERSIB?PERSIB ingin PSSI menjelaskan dasar hukum memasukan PSM, Persema, Persibo, Bontang FC, Persebaya, dan PSMS ke level tertinggi Kompetisi Liga Sepakbola Profesional. Demi menghormati nilai sportifitas, "fairplay" dan nondiskriminatif yang dijunjung tinggi oleh seluruh angota FIFA. PERSIB ingin PSSI menyelenggarakan Kompetisi Liga Sepakbola profesional yang sah dan berkualitas yang diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia. Kalau kedua pihak yang bertikai tidak mau berkompromi dan tetap bertahan dengan keinginan masing-masing, bahkan mengajak klub-klub untuk memihak, sama saja dengan memecah belah sepakbola Indonesia dan lebih mengutamakan kepentingan masing-masing golongan! ***
Sumber:
PersibBy: BP