Thohir memang sangat menyayangkan peristiwa pengeroyokan yang diduga dilakukan oknum pendukung Persija itu. Tindakan brutal tersebut dinilainya telah keluar dan menodai norma-norma olahraga.
"Tidak ada dalam olahraga sampai terjadi seperti itu. Fair play hanya menjadi simbol saja," kata dosen Universita Pendidikan Indonesia ini.
Menurutnya, jika pertandingan sepak bola harus terus memakan korban, hampir dipastikan tidak akan ada yang mau menyaksikan pertandingan sepak bola di stadion. Sedangkan sepak bola tanpa penonton tidak akan ada artinya.
"Sepak bola tanpa penonton, untuk apa? Pertandingan sepak bola itu terbuka untuk umum. Sehingga semua bisa menyaksikan atraksi bermain sepak bola," ujarnya.
Pengalaman pahit Thohir menghadapi kebrutalan pendukung Persija, memang bukan kali ini saja. Saat menjadi pelatih Persib pada 2005 lalu, Thohir mengaku sempat dikepung para pendukung Persija. Buntutnya, Persib terpaksa kembali ke Bandung tanpa sempat bertanding.
Namun di balik itu, Thohir juga sangat mengenang persahabatan Persib dengan Persija di era perserikatan. Saat itu, Thohir sempat menginap di Mes Persija.
Sebab itu, Thohir berharap harus ada upaya untuk mendamaikan suporter Persija dengan bobotoh Persib. Upaya perdamaian harus dilakukan karena tindakan brutal memang tidak boleh terjadi lagi di dunia sepak bola.
Upaya ini tidak hanya dilakukan kedua pendukung, tetapi juga oleh seluruh "isi" kedua kota, Bandung dan Jakarta. Karena hal ini juga mungkin akan terjadi di Bandung.
"Harus ada itikad baik dari semua pihak. Termasuk pemerintah sebagai yang punya lalakon. Saya sudah ngeri mendengarnya," tegasnya.
Seperti halnya Thohir, kita tentu menginginkan perdamaian. Semua ingin menyaksikan pertandingan sepak bola tanpa ada perasaan takut. Semua ingin menyaksikan atraksi para pemain dengan rasa nyaman. Dan satu hal, bobotoh tentu sudah rindu untuk kembali bisa membirukan Jakarta seperti tahun 1986.
Sumber: Galamedia
By: BP
0 comments:
Post a Comment