Mereka Mestinya Ada di Senayan

26 March 2010

DENI SAHBUDIN/GM
RATUSAN ”bobotoh” nonton bareng di hanggar Lanud Husein Sastranegara Bandung untuk menyaksikan "big match" Persib Bandung versus Persija Jakarta, Kamis (25/3).
KETIKA Cristian Gonzales dua kali membawa Persib Bandung mengungguli Persija Jakarta di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, tidak kurang dari 3.000 bobotoh yang memadati salah satu hanggar di Bandar Udara (Bandara) Husein Sastranegara Bandung berjingkrak girang. Mereka terus menyanyikan yel-yel kemenangan dan lagu-lagu khas bobotoh yang biasa terdengar di dalam stadion.

Sepanjang pertandingan, ekspresi yang diperlihatkan ribuan bobotoh tersebut juga tak ada bedanya seperti ketika mereka hadir langsung di lapangan. Teriakan kegembiraan, keluhan kekecewaan hingga makian terhadap wasit, pemain, dan kelompok suporter lawan juga tetap terdengar nyaring. Usai laga yang berakhir imbang 2-2, mereka pun pulang dengan berkonvoi sehingga memacetkan sejumlah ruas jalan yang dilalui.

Selain di Bandara Husein Sastranegara, acara nonton bareng yang dihadiri banyak bobotoh juga dilakukan di banyak tempat di Kota Bandung.

Tapi hanya itu yang bisa dilakukan bobotoh untuk mendukung tim kesayangannya saat bertarung mempertaruhkan gengsi dengan Persija. Mereka terpaksa hanya bisa melihat perjuangan para pemain kesayangannya dari jauh. Tidak seperti ke kota-kota lainnya, bobotoh tidak bisa datang langsung ke Senayan, lantaran terhalang permusuhan abadi yang melibatkan kedua kelompok suporter.

"Ya, mereka seharusnya ada di Senayan," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, H. Edi Siswadi yang turut berbaur dengan ribuan bobotoh dalam acara nonton bareng tersebut.

Mantan Ketua Harian Persib ini sepakat kalau "terkebiri"-nya antusiasme bobotoh untuk mendukung tim kesayangannya saat bertanding di Jakarta, disebabkan gesekan dan permusuhan antara kelompok suporter Persib dan Persija. "Akibat permusuhan itu, yang rugi semuanya. Ini tidak boleh dibiarkan terus. Harus ada kesadaran, terutama dua kelompok suporter, untuk mengakhiri permusuhan tersebut," sambung Edi.

Jangan anarkistis

Penggagas acara nonton bareng di hanggar Bandara Husein Sastranegara, Wawan Hanura berpandangan lain. Menurutnya, konflik bobotoh dan pendukung Persija itu tidak harus menjadi sebuah persoalan.

"Justru, saya pribadi berpandangan, konflik antarsuporter sepak bola itu harus dipelihara. Itu yang membuat sepak bola colourfull (berwarna, red). Jadi, perseteruan abadi antara bobotoh dan pendukung Persija itu, biarkan saja. Buat saya, yang penting tidak anarkistis," katanya.

Wawan sepakat, memang alangkah lebih indahnya kalau bobotoh bisa hadir langsung di Senayan untuk mendukung tim kesayangannya. "Tapi saya bisa memahami keputusan pihak kepolisian yang melarang bobotoh datang ke Senayan. Mungkin ada pertimbangan demi kepentingan yang lebih besar ketimbang sepak bola. Jadi, saya anggap larangan itu wajar," katanya.

Tapi seperti yang pernah diungkapkan Direktur Eksekutif PT Liga Indonesia (PT LI), Joko Driyono beberapa waktu lalu di Bandung, larangan datang ke stadion adalah satu tindakan yang bisa "mengamputasi" sepak bola sendiri. "Melarang penonton datang ke stadion sama saja dengan mengamputasi sepak bola. Alangkah indahnya jika partai Persija dan Persib bisa disaksikan bersama oleh bobotoh dan The Jak. Soal dampak yang mungkin terjadi, itulah yang harus dipikirkan bersama cara mengatasinya," kata Joko, ketika itu.

Betul, memang alangkah indahnya menyaksikan ratusan bus yang membawa bobotoh berduyun-duyun menyerbu Senayan seperti di masa lalu. Sangat menyedihkan jika hal itu takkan pernah terjadi lagi hanya gara-gara sebuah perseteruan yang membuat pihak keamanan selalu "menghitung" bakal adanya gesekan setiap kali Persib dan Persija bertemu.

Sumber: Galamedia
By: BP

0 comments:

Post a Comment

 
 
 
 
Copyright © Persib Online
Powered by Blogger